BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ditinjau secara geografis Nusantara/Indonesia berada di
antara 2 Benua (Benua Asia dan Benua Australia) dan 2 Samudera (Samudera
Hindia/Lautan Indonesia dan Samudera Pasifik/Lautan Teduh). Dengan posisi
seperti ini secara sosial-ekonomi dan geopolitis kawasan Nusantara/Indonesia
terletak pada silang dunia yang cukup strategis. Di samping itu dalam posisi
geografis seperti ini secara biogeografis Nusantara/Indonesia mempunyai
kekhasan dan keunikan tersendiri dalam segi alamnya, di mana kawasannya yang
sangat kaya akan flora dan faunanya disebut sebagai kawasan megadiversity, atau kawasan
dengan keanekaraman hayati yang amat besar (Anonimous, 2012).
Sumatera Utara dibatasi oleh Selat
Malaka di Timur dan Samudera Hindi di sebelah Barat, namun kemampuan potensi
laut atau perikanan di Sumatera Utara masih dibawah potensinya. Pertahun
tercatat bahwa rata-rata produksi perikanan Sumatera Utara hanya mencapai
917.000 ton, atau 10.37% dari potensi yang ada. Hal ini tergambar dari
pertumbuhan Produk Domestik Bruto Regional Sumatera Utara dari sektor perikanan
melonjak dari thun ke tahun. Pada tahun 2002, pertumbuhan sektor ini masih
mencapai 2.2%, sedangkan perkembangan infrastruktur dan saranan pendukung telah
mencatat lonjakan pertumbuhan mencapai 19% pada tahun 2005, dan kuartal pertama
2006 tercatat tumbuh 7%. Pada tahun 2006, Sumatera Utara berhasil menghasilkan
produksi perikanan senilai 3.7 trilyun rupiah. Kondisi ini menunjukkan masih
berpotensinya Sumatera Utara untuk dikembangkan lebih lagi perikanannya,
mengingat produksi masih dibawah potensial (Rizka, 2008).
Ikan kakap
di Indonesia sangat banyak. Namun, dari sekian banyak ikan kakap itu, ada tiga
suku yang dikenal, yaitu Lutjanidae, Labotidae, dan centropomidae. Ternyata,
ketiga suku kakap tersebut hanya hidup dan berkembang biak dialut, suku
Labotidae hanya hidup dilaut dan perairan payau, sedangkan suku Centropomidae
habitatnya sangat luas, yaitu di laut, payau, dan air tawar. Ikan kakap
Centropomidae-lah yang dapat dibudidayakan saat ini, salah satunya adalah Lates Calcarifer. Ikan kakap dari suku
Labotidae, seperti Labotes Surinamensis, walaupun
hidup di perairan payau dan tambak, namun belum diusahaan secara komersial
(budidaya). Ikan ini lebih dikenal sebagai ikan liar di dalam tambak (Said,
2005).
Sistem pemasaran hasil perikanan
Indonesia bersifat tradisional karena usaha pembaharuannya belum lagi dilakukan
secara baik pada setiap rantai pemasaran. Dengan demikain perluasan daerah
kegiatan pemasaran belum efisien yang menyebabkan biaya pemasaran menjadi
tinggi. Nelayan memperoleh nafkah dari penjualan hasil tangkapannya. Menjual
sendiri hasil tangkapan ke pasar yang jaraknya jauh dari tempat tinggal mereka
(Direktoral Jendral
Perikanan, 2000).
Tiga macam
cara distribusi komoditi hingga sampai ke tangan konsumen, yaitu penyaluran
langsung, yaitu produsen langsung menjual produk ke konsumen. Ini sering
dilakukan oleh petani ikan dalam skala kecil dan para nelayan. Kemudian semi
langsung, yaitu pengusaha/produsen menyalurkan hasil produksi ke tangan
pedagang eceran. Kemudian, dari tangan pedagang eceran komoditi perikanan
disalurkan ke konsumen. Ada juga penyaluran tidak langsung, yaitu dipengaruhi
jarak produsen ke konsumen. Semakin jauh jarak konsumen maka semakin panjang
dan rumit tata niaga yang harus dilalui (Rahardi, 2001).
Tantangan yang dihadapi nelayan dan petani ikan skala kecil masih dicirikan
dengan masalah-masalah sosial ekonomi seperti tingginya biaya produksi, tidak
meratanya kepemilikan, rendahnya nilai investasi, lemahnya kelembagaan nelayan,
konflik dengan usaha perikanan padat modal dan ketidaksempurnaan pasar (market iperfection) (Malik, 1998).
Rantai pemasaran ikan Kakap diakhiri pada
konsumen yang membeli dari pengelolah yang menghasilkan beberapa produk olahan
berupa makanan. Konsumen biasanya membeli dengan datang langsung ke tempat
pengelolah dan tidak terjadi trasaksi antara pengelolah dengan kinsumen
tersebut. Konsumen datang untuk membeli bahan olahan makanan ikan Kakap dan
langsung membayarnya. Membeli produk olahan makanan ikan Kakap biasanya
konsumen memperhatikan pelayanan dan servis dari pekerja yang ada di tempat
tersebut serta kebersihannya. Kepuasan konsumen sangat diperhatikan oleh
pengolah karena akan mendatangkan keuntungan yang lebih serta kepercayaan dari
konsumen sehingga nantinya konsumen tersebut akan kembali lagi untuk membeli
produk tersebut (Anonimous, 2010).
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mempelajari jenis / macam mata rantai tataniaga Ikan
Kakap
b. Mempelajari / menganalisis biaya dan margin
tataniaga Ikan Kakap
c. Menganalisis efisiensi sistem tataniaga Ikan Kakap
d. Menganalisis langkah kebijaksanaan, mendukung
kenaikan produksi serta pendapatan nelayan dan perbaikan tataniaga Ikan Kakap
1.3
Kegunaan Penulisan
Adapun
kegunaan dari penulisan Laporan Penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.
Sebagai
tugas akhir praktikum mata kuliah Tataniaga Pertanian Program studi Agribisnis, Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara
b.
Sebagai
bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan khususnya yang terlibat dalam
bidang pertanian dalam mengatasi permasalahan tata niaga Ikan Kakap yang ada.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Tataniaga Pertanian Sebagai Disiplin Ilmu
Pada dasarnya keseluruhan
aktivitas ekonomi dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok yaitu:
a. Aktivitas Produksi
b. Aktivitas Konsumsi
c. Aktivitas Distribusi
Bagan
1. Aktivitas Ekonomi
Disektor
produksi, barang-barang dan jasa dihasilkan. Di sektor konsumsi barang-barang
dan jasa dikonsumsi oleh para konsumen. Jarak antara kedua sektor sangat
relatif. Ada yang jauh dan ada yang dekat. Umumnya jarak fisik produksi dan
konsumsi hasil pertanian/usahatani relatif cukup jauh, karena usahatani berada
dipelosok desa yang membutuhkan areal yang cukup luas. Sebaliknya barang-barang
industri justru diproduksi didekat-dekat kota besar. Termasuk sarana produksi
pertanian seperti pupuk, pestisida,alat-alat dan mesin pertanian. Oleh sebab
itu jarak ini harus “dijembatani” agar barang-barang dan jasa yang dibutuhkan
oleh konsumen memenuhi azas yaitu tempat, jumlah, waktu, mutu, jenis dan pada
tingkat harga yang layak dibayar konsumen. Sektor distribusilah yang merupakan
“jembatan” penghubung tersebut. Sektor inilah yang “bertanggung jawab”
memindahkan, mengalokasikan, mendayagunakan, menganekaragamkan barang-barang
yang dihasilkan disektor produksi. Dan disektor inilah tataniaga berperan
(Luhut, 2010).
Secara
khusus, Pemasaran dapat didefinisikan sebagai telaah terhadap aliran produk
secara fisis dan ekonomik, dari produsen melalui pedagang perantara ke
konsumen. Pemasaran melibatkan banyak kegiatan yang berbeda, yang menambah
nilai produk bergerak melalui sistem tersebut. Jejak penyaluran barang dari
produsen ke konsumen akhir disebut saluran pemasaran. Jenis dan kerumitan
saluran pemasaran berbeda-beda sesuai dengan komoditinya. Pasar kaki lima
merupakan saluran pemasaran yang paling sederhana, dari produsen langsung ke
konsumen. Tetapi, kebanyakan produk diproses lebih lanjut pada tingkat saluran
pemasaran yang berbeda dan melalui banyak perusahaan sebelum mencapai konsumen
akhir (David dan Steven, 1988).
Tata
niaga atau marketing itu meliputi kegiatan-kegiatan yang sangat luas sekali,
diantaranya: kegiatan pembelian (buying),
kegiatan menjual (selling),
kegiatan pembungkusan (packing),
kegiatan pemindahan (transport),
kelancaran arus barang dan jasa dan lain sebagainya. Atau dengan lebih singkat
tataniaga itu adalah segala kegiatan yang bersangkut paut dengan semua aspek
proses yang terletak diantara fase kegiatan sektor produksi barang-barang dan
jasa-jasa sampai kegiatan sektor konsumen. Jadi, marketing ini merupakan sesuatu kegiatan moving process atau moving activities
(Luhut, 2010).
Untuk
mentransformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing, pembangunan
sistem agribisnisnke depan (di samping mengembangkan berbagai komoditas yang
memiliki keunggulan komparatif) perlu di dorong untuk mempercepat pendalaman (deepening) struktur industry, balik ke
hilir (down stream) maupun ke hulu (up stream). Pengembangan agribisnis
mengimplikasikan perubahan kebijakan di sector pertanian. Pertama, produksi
sector pertanian harus lebih beorientasi kepada permintaan pasar, tidak saja
pada domestic tetapi juga pada pasar internasional. Kedua, pola pertanian harus
mengalami transformasi dari sistem pertanian subsistem yang berskala kecil dan
pemenuhan kebutuhan keluarga keusaha tani dalam skala yang lebih ekonomis. Hal
ini merupakan keharusan, jika produk pertanian harus dijual ke pasar dan jika
sector pertanian harus menyediakan bahan baku bagi sector industry (Siswono,dkk, 2002).
2.2 Klasifikasi Ikan Kakap
Menurut Said (2005), ikan kakap
di Indonesia sangat banyak. Namun, dari sekian banyak ikan kakap itu, ada tiga
suku yang dikenal, yaitu Lutjanidae, Labotidae, dan centropomidae. Ternyata,
ketiga suku kakap tersebut hanya hidup dan berkembang biak dialut, suku
Labotidae hanya hidup dilaut dan perairan payau, sedangkan suku Centropomidae
habitatnya sangat luas, yaitu di laut, payau, dan air tawar. Ikan kakap
Centropomidae-lah yang dapat dibudidayakan saat ini, salah satunya adalah Lates Calcarifer. Ikan kakap dari suku
Labotidae, seperti Labotes Surinamensis, walaupun
hidup di perairan payau dan tambak, namun belum diusahaan secara komersial
(budidaya). Ikan ini lebih dikenal sebagai ikan liar di dalam tambak. Untuk
lebih jelasnya, berikut klasifikasi ketiga suku dari kakap tersebut, yaitu:
1)
Kakap laut
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo :
Percomorphi
Famili : Lutjanidae
Genus : Lutjanus
Spesies :Lutjanus Argentimaculatus, L.Johnii, L Erythoptersus, L. Fulviflamma, L.
Biguttatus, L. Decussatus, L Quinquelineatus
2) Kakap laut-
Payau
Filum :
Chordata
Kelas :
Pisces
Ordo :
Percomorphi
Famili :
Labotidae
Genus :
Labotes
Spesies :
Labotes Surinamensis
3)
Kakap laut-payau-tawar
Filum :
Chordata
Kelas :
Pisces
Ordo :
Percomorphi
Famili : Centropomidae
Genus :
Lates
Spesies : Lates Cacarifer
2.3 Manfaat Ikan Kakap
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989), secara umum
manfaat ikan bagi tubuh manusia mempunyai beberapa fungsi yaitu diantaranya:
1. Menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan dalam
menunjang aktivitas kehidupan sehari-hari
2. Membantu pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh
3. Mempertinggi daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit
dan juga memperlancar proses-proses fisiologis di dalam tubuh.
Ikan Kakap merupakan salah satu ikan yang banyak
digemari masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan penanganan khusus ikan kakap
yang telah ditangkap. Proses penanganan dan pengolahan ikan merupakan salah
satu bagian penting dari mata rantai industri perikanan. Tanpa adanya kedua
proses tersebut, peningkatan produksi ikan yang telah dicapai akan menjadi
sia-sia, karena tidak semua produk-produk perikanan dapat dimanfaatkan oleh
konsumen dalam keadaan baik. Penanganan dan pengolahan bertujuan mempertahankan
mutu dan kesegaran ikan selama mungkin dengan cara menghambat atau menghentikan
sama sekali penyebab penurunan mutu (pembusukan) maupun penyebab kerusakan ikan
(misalnya disebabkan oleh aktivitas enzim, mikroorganisme, atau oksidasi
oksigen), agar ikan baik sampai ketangan konsumen.
Pengolahan
ikan adalah mempertahankan kesegaran dan mutu ikan selama dan sebaik mugkin
dengan tujuan untuk menghambat atau menghentikan kegiatan zat-zat dan
mikroorganisme yang dapat menimbulkan pembusukan dan kerusakan. Ikan segar atau
ikan basah adalah ikan yang belum atau tidak diawetkan dengan apapun kecuali
semata-mata didinginkan dengan es. Penanganan ikan segar ini dilakukan sejak
ikan ditangkap sampai saat diterima oleh pemakainya konsumen . Ikan yang belum
diawetkan dengan apapun kecuali semata-mata didinginkan dengan es masih
digolongkan kepada ikan segar atau ikan basah. Penanganan ikan segar ini
dilakukan sejak ikan ditangkap sampai saat diterima konsumen (Effendi, 2009).
BAB
III
RUANG
LINGKUP DAN METODA
3.1. Waktu dan Tempat
Praktek Umum
ini dilakukan pada bulan Juni 2014,
bertempat di Desa Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara
Provinsi Sumatera Utara .
3.2. Bahan
dan Alat Analisis
Adapun
alat analisis yang digunakan yakni alat tulis dan daftar kuisioner yang
digunakan untuk mendapatkan data sekunder dan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
para responden. Camera digunakan untuk mendokumentasikan hasil dari
Praktek Umum yang telah dilakukan untuk mendukung data yang diperoleh, selain
itu ada pula analisis
margin pemasaran, yang terdiri dari biaya pemasaran, margin keuntungan, dan
nisbah margin keuntungan yaitu sebagai berikut:
Mji = Psi-Pbi
|
i = Mji – bti
|
Mji = bti + i
|
Mji = Mji, atau Pr
– Pf
|
Keterangan:
Mji : Margin pada lembaga pemasaran tingkat
ke-i
Psi : harga jual kembaga pemasaran tingkat
ke-i
Pbi : Harga beli lembaga pemasaran tingkat
ke-i
bti : Biaya pemasaran lembaga pemasaran
tingkat ke-i
i : Keuntungan lembaga pemasaran tingkat
ke-i
Mj : Total / Margin pemasaran
Pr : harga pada tingkat konsumen
Pf : harga pada tingkat produsen (petani)
Untuk
analisis nisbah margin keuntungan, secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut :
Nisbah
margin keuntungan = i/bti
|
Dengan
menggunakan model penduga regresi linear sederhana (OLS Methods):
P = bo + b1 +c, maka
Sehingga
hubungan harga pada tingkat petani (Pf) dan harga pada tingkat eksportir (Pr),
seperti halnya persamaan:
Pf = a + b Pr
Dari
persamaan tersebut, akan didapatkan koefisien korelasi antara Pf dan
Pr. koefisien korelasi (r) antara Pf dan Pr
dapat diduga dengan mengggunakan formula :
Keterangan:
Xi : harga ditingkat
petani
Yi : harga ditingkat
konsumen
Koefisien korelasi yang tinggi merupakan
indicator keeratan hubungan kerja kedua tingkat dasar (kedua pasar terintegrasi
sempurna). Sebaliknya koefisien korelasi yang rendah atau mendekati nol
menunjukkan hubungan pasar tidak terintegrasi. Elastisitas tranmisi harga,
merupakan persentase perubahan harga ditingkat petani produsen akibat
persentase perubahan harga ditingkat konsumen akhir akhir. Analisis elastisitas
transmisi harga digunakan untuk menggambarkan respons harga Gambir ditingkat
petani produsen karena perubahan harga ditingkat eksportir melalui informasi
harga. Untuk menghitung elastisitas transmisi harga digunakan formula:
Keterangan :
Nj : elastisitas transmisi harga
b : Koefisien regresi
Pf : harga ditingkat petani
Pr : harga ditingkat eksportir/ Konsumen
akhir
Perhitungan Efisiensi
Tata Niaga (ε) dapat dirumuskan :
Dimana:
γ : Keuntungan lembaga tata niaga
γp : Keuntungan petani produsen
β : Ongkos lembaga tata niaga
βp : ongkos produksi yang dikeluarkan petani
3.3
Metode Praktek
Penelitian ini
dilaksanakan dengan metode Survei tentang Ikan Kakap, mulai dari farm gate (petani) sampai ke konsumen
akhir dan dengan menggunakan pendekatan “apa yang terjadi” (what happens scholl). Praktek Umum
ini menggunakan metode survei, dimana dilakukan pengamatan langsung ke lapangan
terhadap kondisi dan saluran tataniaga Ikan Kakap. Pengumpulan data primer
dilakukan melalui wawancara dengan para
responden dari kalangan pengguna potensi perikanan dan kelautan terutama
nelayan, pedagang pengumpul setempat dan konsumen di daerah penelitian. Akan tetapi, wawancara juga
dilakukan kepada konsumen di luar daerah penelitian.
3.4 Definisi dari istilah-istilah yang digunakan
Definisi-definisi yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.
Biaya pemasaran adalah semua Biaya (cost) dan ongkos yang digunakan untuk menyampaian barang dari produsen
hingga ke tangan konsumen akhir
2.
Biaya tataniaga adalah semua ongkos yang dikeluarkan secara
langsung dalam pemberian jasa kegiatan tataniaga seperti handling, packing,
transport, greading, storing dan lain-lain
3.
Marketing Margin adalah perbedaan harga yang
diterima oleh produsen dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir
4.
Retailer margin adalah selisih harga yang
dibayarkan konsumen dengan harga yang dibayarkan oleh pengecer
5.
Profit margin adalah besarnya keuntungan/
balas jasa yang diterima oleh setiap maddleman atau lembaga tataniaga
6.
Marketing Loss adalah Bagian yang hilang
pada saat proses pengolahan.
7.
Margin adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan perbedaan harga
yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima oleh produsen, Perbedaan
ini biasa pula dinamakan “price spread”
8.
Nisbah margin keuntungan adalah keuntungan yang diperoleh dari
hasil transaksi jual-beli antara lembaga-lembaga pemasaran
9.
Net Profit Margin adalah nilai tambahan yang
dibebankan oleh pedagang perantara diatas harga yang dibayar customer ditambah
biaya tataniaga, biaya modal yang dipinjam serta resiko yang terjadi dalam
usahanya
10.
Margin pada lembaga pemasaran tingkat ke-I (Mji) adalah besar
kecilnya keuntungan yang didapat oleh lembaga pemasaran pertama
11.
Harga jual lembaga pemasaran tingkat ke-I (Psi) adalah
sejumlah biaya yang
dikeluarkan oleh lembaga pemasaran tingkat pertama
12.
Harga beli lembaga pemasaran tingkat ke-I (Pbi) adalah harga yang
ditawarkan oleh lembaga pemasaran tingkat pertama
13.
Biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-I (bti) adalah semua
ongkos/ korbanan yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran tingkat pertama
14.
Elastisitas transmisi harga (Nj) adalah
perubahan harga ditingkat petani produsen akibat persentase perubahan harga
ditingkat konsumen akhir
15.
Koefisien regresi (b) berfungsi untuk membentuk suatu persamaan
terhadap suatu masalah
16.
Total margin pemasaran (Mj) adalah keseluruhan perbedaan harga
yang diterima oleh produsen (petani) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen
akhir
17.
Harga pada tingkat konsumen (Pr) adalah harga yang dikenakan
terhadap berbagai jenis barang ataupun jasa untuk dikonsumsi
18.
Harga pada tingkat produsen
(petani) (Pf) adalah harga jual yang diterima terhadap berbagai jenis produk
19.
Harga pada tingkat eksportir (Pr) adalah harga yang diterima oleh
eksportir sebagai lembaga pemasaran
20.
Keuntungan lembaga tata niaga (γ) adalah harga jual suatu produk
dikurangi dengan ongkos-ongkos yang dikeluarkan dalam menyampaikan produk
21.
Ongkos produksi yang dikeluarkan petani (βp) adalah semua korbanan
yang dikeluarkan oleh petani dalam memproduksi suatu barang ataupun jasa
22. Resiko panen adalah Panen
tidak selalu sesuai dengan harapan. Bilamana hasilnya dijauh lebih kecil
daripada perhitungan petani, maka jumlah yang ditentukan dalam transaksi tidak
dapat direalisir.
3.5 Area
Atau Lokasi Serta Saluran (Channel)
Tanjung Tiram adalah sebuah Kecamatan yang berada
di Kabupaten Batu Bara, yang sebagian besar wilayahnya ini berada di
pingiran laut, dan karena itu nelayan
menjadi mata pencarian utama, disamping pertanian dan perkebunan. Wilayah
ini mempunyai Dermaga dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yang dikenal
sebagai "BOM". Nama BOM ini
mengacu pada sejarah ketika Jepang masuk ke Sumatera Timur melalui dermaga ini (Wikipedia, 2012).
Tempat
penelitian ini tepatnya di desa tanjung Tiram. Lokasi desa ini terletak kurang
lebih 8 km dari Kabupaten Batubara. Jarak yang ditempuh untuk mencapai tempat
penelitian cukup dekat. Setelah sampai di Tempat Pelelangan Ikan, dilanjutkan
dengan sampan menuju tambak ikan.
Saluran (channel) pemasaran Ikan Kakap di desa ini, nelayan membawa hasil
tangkapan/tambak ikan kepada pedagang pengumpul atau menuju tempat pelelangan
ikan. Kemudian hasilnya tersebut dijual ke pedagang besar lalu pedagang
besarnya menjual ke pedagang pengecer hingga akhirnya ke konsumen akhir. Namun,
bagi sebagian nelayan ada juga yang menjual hasilnya di pasar dekat dengan pemukiman
warga. Selain itu, ada juga pedagang
pengumpul yang melakukan ekspor setelah di sortir di gudang.
BAB IV
DESKRIPSI
DAERAH, PELAKU DAN MATA RANTAI PEMASARAN
Batubara
merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang menghasilkan komoditi
perkebunan dan laut terbesar. Sebagai daerah penghasil komoditi laut, daerah
ini mempunyai hasil laut yang beragam. Produksi terbesar
dihasilkan oleh Kecamatan Tanjung Tiram yaitu sebesar 10.866 ton disusul Medang
Deras dengan produksi sebesar 7.111 ton Adapun ikan yang
menjadi hasil utama di kabupaten ini antara lain ikan, teri, udang, dan kerang.
Untuk ikan kakap, merupakan komoditi laut yang jarang di budidayakan oleh masyarakat.
Ikan Kakap merupakan ikan liar yang hidup bebas di laut, jadi mempunyai
kesulitan dalam budidayanya. Ikan tersebut diperoleh dengan cara memancing di
laut atau air payau. Ada 3 jenis Ikan kakap yang diperoleh yakni ikan kakap
putih, kakap merah dan kakap hitam (Bapedda Batubara, 2012).
Pelaku Tata Niaga
Nelayan
Nelayan ikan kakap di desa Tanjung Tiram
tidaklah terlalu banyak. Nelayan yang membudidayakannya pun jarang bahkan
hampir tidak ada. Nelayan yang menjadi responden adalah X (42),
merupakan salah satu nelayan ikan kakap yang tinggal menetap di desa Tanjung
Tiram dan pekerjaan tersebut menjadi
profesi utamanya. Adapun nelayan ikan kakap adalah mereka yang sekaligus
mencari ikan lain untuk dijual. Tempat nelayan untuk memancing adalah pulau-
pulau terdekat seperti Pulau Berhala, Pulau Pandan dan sekitar Pulau Salahnama.
Pada pagi hari, sekitar 20 orang nelayan pergi melaut dimana mereka telah
menyewa kapal motor dengan biaya Rp 2.000.000/hari. Adapun umpan yang digunakan
adalah cumi-cumi. Pada sore hari, setelah mereka tiba di tempat penginapan,
maka kapal akan di berhentikan disana. Selama 4 hari mereka mencari ikan untuk
bisa dijual kepada pedagang pengumpul. Hasil yang diperoleh selama 4 hari
dimasukkan kedalam fiber yang telah ditaruh es balok. Hasil ini dibagikan
secara merata kepada 20 orang yang ikut mencari ikan. Jadi, resiko yang timbul
baik hasil yang sedikit, bahkan tidak
ada ditanggung bersama.
Pedagang Pengumpul
Pedagang
Pengumpul yang kami wawancarai di Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara adalah
Bapak Y(44) yang bertempat tinggal di Jl. Rakyat dekat dengan gudang
tempat ia bekerja. Beliau berprofesi sebagai pedagang pengumpul ikan sejak 5 tahun
terakhir. Sebagai pedagang pengumpul
Beliau membeli berbagai ikan dari nelayan. Adapun gudang yang ia gunakan adalah
milik pribadi yang langsung terhubung dengan laut. Jadi, setelah nelayan
menjual hasil tangkapan, beliau dan para tenaga kerja melakukan sortasi dan packing. Bapak Husin membeli ikan kakap
dari nelayan dengan harga Rp. 32.000 per kg dan menjualnya seharga Rp 37.000/kg
Pedagang Besar
Pedagang besar
bernama Bapak Z yang berumur 41 tahun, memiliki jumlah tanggungan sebanyak
seorang istri dan 3 anak. Pedagang tinggal di Jl. Rakyat Desa Tanjung Tiram
Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara. Pedagang besar memperoleh ikan
kakap dari pedagang pengumpul dengan harga Rp 37.000 per kg.
Pedagang Eceran
Pegadang eceran yang menjadi responden dalam analisis tataniaga
ikan kakap adalah Bapak A yang berumur 45 tahun, tinggal di Jl.
Nelayan, memiliki jumlah tanggungan sebanyak seorang istri dan 3 anak. Pedagang eceran ini membeli ikan kakap dari Pedagang pengumpul. Kemudian
pedagang pengecer melakukan penyortiran sesuai
kualitas ikan kakap dan dijual dengan harga yang berbeda-beda, mulai dari Rp
44.000 sampai Rp 88.000/kg tergantung jenisnya. Dalam melakukan kegiatan
tataniaga, Pedagang eceran menjual langsung kepada konsumen di pasar dekat Desa
Tanjung Tiram. Dia melakukan penjualan
pada pagi hari dan sore hari tergantung kepada stok ikan yang tersedia. Selain
menjual ikan kakap, pedagang tersebut juga menjual hasil laut yang lain seperti ikan tongkol, ikan gembung, cumi-cumi dan
lainnya.
Rantai Pemasaran
Secara
garis besar, ada 4 (empat) rantai pemasaran (channel of marketing) ikan
kakap dari Desa Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara yaitu dari nelayan ke pedagang pengumpul,
kemudian dari pedagang pengumpul disalurkan ke pedagang besar dan dari pedagang besar disalurkan ke pedagang pengecer lalu sampai ke tangan konsumen.
Tampilan bagan rantai pemasaran nilam di desa Tanjung Tiram dapat dilihat dari
bagan berikut. Setelah
melaksanakan penelitian, maka dapat digambarkan rantai pemasaran komoditi ikan
kakap bagan 2 di bawah ini :
1.NELAYAN
|
2.PEDAGANG PENGUMPUL
|
3.PEDAGANG PENGECER
|
4.KONSUMEN
|
Rantai Pemasaran Ikan Kakap
BAB V
HASIL
DAN PEMBAHASAN
5.1.
Hasil
5.1.1.
Analisis Price Spreads Ikan Kakap
Tabel 5.1 Price Spreads
No
|
PETANI PRODUSEN
|
Rp/kg
|
Share %
|
I
|
a. Harga Jual Nelayan
|
32.000
|
72.72
|
|
b. Total Biaya
|
5.000
|
11.36
|
|
Umpan Pancing
|
1.000
|
2.27
|
|
Sewa Kapal
|
4.000
|
9.09
|
|
c. Margin Keuntungan
|
27.000
|
61.36
|
|
d. Nisbah Margin
Keuntungan
|
5,4
|
|
II
|
PEDAGANG
PENGUMPUL
|
|
|
|
a. Harga Beli
Pedagang Pengumpul
|
32.000
|
72.72
|
|
b. Harga Jual Pedagang Pengumpul
|
37.000
|
84.09
|
|
c. Total Biaya
|
1730
|
3.93
|
|
Es balok
|
500
|
1.19
|
|
Transportasi
|
500
|
1.19
|
|
Penyusutan Fiber
|
30
|
0.07
|
|
Tenaga Kerja
|
300
|
0.68
|
|
Bongkar Muat
|
400
|
0.99
|
|
d. Margin Keuntungan
|
3270
|
7.43
|
|
e.
Nisbah Margin
Keuntungan
|
1.89
|
|
III
|
PEDAGANG BESAR
|
|
|
|
a. Harga Beli Pedagang Besar
|
37.000
|
84.09
|
|
b. Harga Jual Padagang Besar
|
42.000
|
95.45
|
|
c.
Total Biaya
|
1330
|
3.02
|
|
Penyusutan
Fiber
|
30
|
0.06
|
|
Es
Batangan
|
500
|
1.13
|
|
Transportasi
|
250
|
0.56
|
|
Tenaga Kerja
|
150
|
0.34
|
|
Bongkar Muat
|
400
|
0.90
|
|
d.
Margin Keuntungan
|
3670
|
8.34
|
|
e.
Nisbah Marjin Keuntungan
|
2.76
|
|
IV
|
PEDAGANG PENGECER
|
|
|
|
a.
Harga Beli
Pedagang Pengecer
|
42.000
|
95.45
|
|
b.
Harga Jual Pedagang Pengecer
|
44.000
|
|
|
c.
Total Biaya:
|
787
|
17.88
|
|
Plastik
|
400
|
0.90
|
|
Penyusutan Ember
|
365
|
0.82
|
|
Penyusutan Timbangan
|
22
|
0.05
|
|
d.
Margin Keuntungan
|
1.213
|
2.75
|
|
e. Nisbah Margin
Keuntungan
|
1.54
|
|
V.
|
KONSUMEN
|
|
|
|
Harga Jual ke
konsumen akhir
|
44.000
|
|
5.1.2
Profit Margin Setiap Tingkat
Tabel 5.2 Profit Margin
Tingkat
|
Profit Margin
|
%
|
I
|
3.270
|
7,43
|
II
|
3.670
|
8,34
|
III
|
1.213
|
2,75
|
Total
|
8.153
|
18,52
|
5.1.3
Total Biaya Setiap Tingkat
Tabel 5.3 Total Biaya Setiap Tingkat
Tingkat
|
TK
|
Transport
|
Bongkar Muat
|
Penyusutan
|
Es
Balok
|
Plastik
|
Total
|
||
Fiber
|
Timbangan
|
Ember
|
|||||||
I
|
300
|
500
|
400
|
30
|
-
|
-
|
500
|
-
|
1.730
|
II
|
150
|
250
|
400
|
30
|
-
|
-
|
500
|
-
|
1.330
|
III
|
-
|
-
|
-
|
-
|
22
|
365
|
-
|
400
|
787
|
total
|
450
|
750
|
800
|
60
|
22
|
365
|
1.000
|
400
|
3.847
|
5.1.4
Total Ongkos Dari Produsen Ke Konsumen
Tabel 5.4 Total Ongkos Dari Produsen ke Konsumen
Tingkat
|
Nisbah Profit Margin
|
Profit Margin
|
Biaya
|
Produsen
|
5,4
|
27.000
|
5.000
|
Pedagang
|
6,19
|
8.153
|
3.847
|
Total
|
190,47
|
35.153
|
8.847
|
5.1.5
Perhitungan Share Setiap Fungsi
a.
Share Petani =
32.000/44.000= 72,72 %
b.
Share Biaya = 3.847/ 44.000-32.000 = 32, 06 %
c.
Share Profit =
35.153/44.000-32.000= 292,94 %
d.
Share Profit
Pedagang Pengumpul
= 3270/44.000-32.000
x100%
= 27, 25 %
e.
Share Profit
Pedagang Besar
=3670/44.000-32.000
= 30,58 %
f.
Share Profit
Pedagang Pengecer
= 1213/44.000-32.000
x100%
= 10, 10 %
5.1.6
Perhitungan Margin
Marketing Margin = Harga
di konsumen (Pr)
harga di
produsen ( Pf )
=
Rp. 44.000 – Rp. 32.000
= Rp. 12.000
5.1.7
Perhitungan Efisiensi
g.
E = Ap + p/B++p
= 27000 + 8153/ 5000+3847
= 3,97 ( Efisien )
Keterangan :
A = Keuntungan Produsen
AP = Keuntungan Lembaga
Tataniaga
B = Ongkos Tataniaga
+p = Ongkos Yang dikeluarkan
Produsen
5.1.8
Perhitungan Elastisitas Transmisi Harga
Etr
=
1/b X pf/pr dimana , bi = xi.yi/Xi^2
Bi = 32.000x44000/32000X32000
= 1, 375
Maka,
Nj =1/1,375
x 32.000/44.000
= 32.000/60.500
= 0,528
Keterangan :
Etr =
Elastisitas Transmisi Harga
Pr = Harga
di Tingkat Retailer
Pf = Harga di
Tingkat Nelayan
5.2 Pembahasan
Dari
hasil perhitungan price spreads di
atas didapat bahwa harga ikan kakap di tingkat petani produsen adalah sebesar
Rp 32.000/kg. biaya produksi yang dikeluarkan untuk memproduksi ikan kakap
yaitu sebesar Rp 5.000/kg yang meliputi biaya umpan sebesar Rp. 1.000/kg/orang,
biaya sewa kapal sebesar Rp. 4000/kg. Biaya tersebut diperoleh dari hasil
perhitungan yang dibebankan kepada 20 orang dengan hasil tangkapan pada saat
kami datang adalah 50 kg selama 2 hari. Adapun hasil tangkapan tersebut terdiri
dari ikan kakap dan ikan lainnya, sedangkan harga ditingkat konsumen adalah Rp
35.000/kg, sehingga didapat share
petani sebesar 72, 72%. Jika
dibandingkan dengan keuntungan yang diterima oleh middleman mulai dari produsen sampai ke konsumen jumlah ini
tergolong relative besar. Dimana share
pedagang pengumpul adalah 84,09%, share pedagang Besar adalah 22,48% dan share
pedagang pengecer adalah 95,45%. Dari
hasil di atas maka diperoleh share terbesar pada pedagang pengecer.
Dari hasil di atas maka dapat
disimpulkan bahwasanya dalam hal ini nelayan masih sangat diuntungkan dimana
nelayan masih bisa menutupi biaya yang dikeluarkan. Namun, perlu diketahui
bahwa keuntungan tersebut tidak diperoleh setiap mereka melaut. Dengan
keuntungan yang lebih besar, mereka dapat menggunakannya di kemudian hari jika
tidak memperoleh hasil tangkapan. Secara aktual, dapat dikatakan bahwa jumlah
yang diperoleh tersebut tidak sebesar keuntungan yang diperoleh pelaku tata
niaga ynag lainnya. Akan tetapi, ikan kakap yang diusahakan nelayan masih
tergolong sangat potensial.
Dari
hasil perhitungan price spreads
didapat nilai nisbah marjin keuntungan produsen adalah sebesar 5,4 , nisbah
marjin keuntungan pedagang pengumpul 1,89 , nisbah marjin keuntungan pedagang
besar 2,76 dan nisbah marjin keuntungan pedagang eceran
(retailer) adalah sebesar 1,54. Dari
data yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nisbah marjin
keuntungan yang diperoleh masing-masing lembaga pemasaran, dan perbedaan
tersebut menyebabkan tidak meratanya tingkat kepuasan dan profit antar lembaga
pemasaran.
Nisbah
marjin keuntungan terbesar dari jalur tata niaga ikan kakap yang dilakukan di
desa Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram kabupaten Batubara didapat oleh
nelayan yaitu sebesar 5,4. Hal
ini menunjukkan bahwa keuntungan yang terbesar sesungguhnya dimiliki oleh
nelayan. Namun, perlu ditegaskan sekali lagi, secara aktual profit terbesar
adalah pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul mengumpulkan berbagai macam ikan
dengan harga yang berbeda dan jumlah yang sangat banyak.
Biaya
yang dikeluarkan untuk es balok merupakan hal yang wajib bagi pedagang
pengumpul. Es ini digunakan untuk membuat ikan tetap segar bersamaan disimpan
didalam fiber. Selama pengiriman ke tempat tujuan, ikan akan tetap segar karena
diberi es. Hal ini untui mengurangi biaya marketing
loss komoditi tersebut.
Dari hasil perhitungan diatas, diperoleh
share petani sebesar 72,72 %, share biaya 30, 808 % dan share profit sebesar 292,94 %.
Sedangkan share profit pedagang pengumpul 27, 25 %, share profit pedagang besar
30,58 %, dan share profit pedagang pengecer sebesar 10, 10 %. Sehingga terlihat
share profit terbesar adalah share profit pedagang pengumpul. Dari
perhitungan di atas diperoleh Nilai efisiensi sebesar 4,04 , dengan
ketentuan nilai efisiensi > 1, maka
jalur tatniaga ikan kakap yang dilakukan di Desa Tanjung Tiram, Kecamatan
Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara tersebut tergolong efisien dan layak
diusahakan.
Nilai
elastisitas transmisi harga yang diperoleh adalah sebesar 0,528. Elastisitas transmisi harga
(Nj) adalah perubahan harga ditingkat konsumen akibat
persentase perubahan harga ditingkat produsen. Jadi, Perubahan di tingkat
konsumen adalah 52,8 %
dari harga semula jika harga di tingkat konsumen berubah sebesar 0,528.
BAB
VI
RENCANA
UNTUK PERBAIKAN
6.1 Kebijaksanaan Pemerintah
Berdasarkan
hasil wawancara dan data yang diperoleh dari Kepala Desa bahwa sebagian besar
penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan. Kondisi jumlah nelayan yang
begitu besar tidak didukung dengan ketersediaan alat tangkap dan armada
penangkapan yang baik. Kurangnya sosialisasi antara masyarakat nelayan dan
pemerintah mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah yang diarahkan untuk
kesejahteraan masyarakat nelayan. Kurangnya pemahaman nelayan tentang kebijakan
pemerintah mengenai teknis penangkapan, pemasaran, budidaya dan industri
pengolahan.
Kabupaten Batubara adalah salah satu
sentra produksi hasil laut di Sumatera Utara. Kabupaten yang berdiri sejak 7
tahun lalu ini, terus mengalami perubahan. Ikan Kakap termasuk hasil dengan
kualitas baik dan telah di ekspor ke luar negeri. Kebijaksanaan dari pemerintah
yaitu dengan melakukan :
1. Penyediaan
infrastruktur yang memadai seperti tempat pelelangan ikan , jalan dan pasar
yang mudah dijangkau serta pelabuhan setempat
2. Pengembangan
lembaga keuangan (seperti koperasi) yang berorientasi kepada benefit. Melaui
program ini diharapkan nelayan dapat meminjam uang tanpa harus menmbayar dengan
bungan yang sangat tinggi
3. Kerjasama
dengan pedagang pengumpul dalam hal kualitas sehingga diperoleh ikan kakap yang
layak ekspor.
6.2 Program yang harus Dilakukan
Berdasarkan
hasil penelitian jalur tataniaga ikan kakap di Kabupaten Batubara, maka program
yang harus dilakukan adalah membangun sentra penjualan ikan dan menyediakan
lembaga keuangan di daerah. Sehingga, apa yang terjadi selama ini adalah
nelayan harus menjual kepada “seorang juragan” yang berorientasi pada profit
sebelah pihak saja. Selain itu, pengolahan ikan kakap (industri hilir) perlu
diterapkan agar produk dapat bertahan lama dan lebih variatif.
6.3 Lembaga/ Institution
Program
yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan adalah melalui perbaikan lembaga
yang ada seperti lembaga keuangan atau lembaga pemerintahan setempat. Industri
hilir dapat dicapai melalui investor untuk melakukan pembangunan produk hilir
ikan kakap yang lebih variatif. Untuk itu, dibutuhkan hubungan yang sinergis
antar lembaga untuk memperbaiki kesejahteraan nelayan di daerah ini.
6.4 Fasilitas
Kabupaten
Batubara merupakan kabupaten yang masih berumur 7 tahun. Banyak sekali fasilitas
yang harus dipenuhi untuk memajukan kabupaten ini. Tugas besar pemerintah
adalah dalam memenuhi fasilitas yang masih dibutuhkan agar lebih baik lagi.
Sebaiknya, program yang telah disarankan agar dibangun didaerah tersebut yakni
di desa Tanjung Tiram. Dengan segera mensahkan sebagai pelabuhan internasional
tentu saja banyak fasilitas yang harus diperbaiki. Misalnya standarsisasi
pelabuhan, kapal yang beroperasi, tempat pelelangan ikan, sarana dan prasarana.
Jalan merupakan prasarana pengangkutan yang penting untuk memperlancar proses
tataniaga dan mendorong kegiatan perekonomian. Makin meningkatnya usaha
pembangunan menuntut pula peningkatan pembangunan jalan untuk memudahkan
mobilitas penduduk dan memperlancar lalulintas barang dari satu daerah ke daerah
lain. Akses masuk melalui Desa Seibajangkar harus lebih diperhatikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar